Pendahuluan
Kemajuan teknologi digital telah mengubah cara masyarakat belajar, menulis, dan berkomunikasi ilmiah. Akses terhadap informasi terbuka melalui internet mempercepat proses akademik, namun sekaligus memperbesar risiko pelanggaran etika dalam penulisan. Salah satu bentuk pelanggaran yang paling serius adalah plagiarisme akademik—tindakan mengambil ide, data, atau karya tulis orang lain tanpa memberikan pengakuan yang layak.
Di tengah derasnya arus informasi dan munculnya alat bantu berbasis kecerdasan buatan (AI), isu plagiarisme menjadi semakin kompleks. Tulisan ini membahas secara mendalam makna plagiarisme akademik, bentuk-bentuknya, dampaknya terhadap dunia pendidikan, serta strategi efektif untuk mencegahnya.
Konsep Dasar Plagiarisme Akademik
Secara konseptual, plagiarisme merupakan tindakan menyalin atau menggunakan karya intelektual orang lain tanpa mencantumkan sumber yang semestinya (Committee on Publication Ethics [COPE], n.d.). Dalam konteks akademik, plagiarisme tidak hanya mencakup penyalinan kata demi kata, tetapi juga pengambilan ide, metode, struktur argumen, hingga hasil penelitian orang lain.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek, 2023) menegaskan bahwa integritas akademik merupakan salah satu prinsip utama penyelenggaraan pendidikan tinggi. Oleh karena itu, plagiarisme dipandang sebagai pelanggaran serius terhadap etika dan nilai kejujuran ilmiah. Demikian pula, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN, 2022) menggolongkan plagiarisme sebagai pelanggaran etik berat dalam aktivitas penelitian dan publikasi.
Jenis-Jenis Plagiarisme
Plagiarisme dapat muncul dalam berbagai bentuk, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Beberapa jenis utama antara lain:
1. Plagiarisme Langsung (Verbatim)
Penyalinan kalimat atau paragraf secara utuh tanpa tanda kutip dan tanpa menyebutkan sumbernya.
2. Plagiarisme Parafrase atau Mosaik
Mengubah sebagian kata atau struktur kalimat, namun tetap mempertahankan ide dan alur argumen sumber asli.
3. Plagiarisme Ide dan Konsep
Mengambil teori, model, atau gagasan utama dari karya ilmiah lain tanpa atribusi.
4. Plagiarisme Data dan Visual
Menggunakan data, tabel, grafik, atau gambar dari penelitian lain tanpa izin atau penyebutan sumber.
5. Self-Plagiarism atau Daur Ulang Karya Sendiri
Mengulang publikasi atau bagian karya yang sama dari tulisan sebelumnya tanpa penjelasan kepada penerbit atau pembaca.
6. Plagiarisme Terjemahan
Menerjemahkan karya orang lain dari bahasa asing dan mengklaimnya sebagai karya baru tanpa menyebutkan sumber asal.
7. Plagiarisme Berbantuan AI
Mengandalkan alat berbasis AI untuk menghasilkan tulisan atau memparafrasekan teks tanpa menyatakan bahwa bagian tersebut dibuat dengan bantuan teknologi. Fenomena ini banyak dibahas dalam laporan pendidikan internasional (The Guardian, 2024; AdelaideNow, 2025).
Mengapa Plagiarisme Terjadi?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan plagiarisme masih sering terjadi di lingkungan akademik:
Kurangnya literasi akademik. Banyak mahasiswa belum memahami perbedaan antara mengutip dan mencuri ide.
Tekanan untuk berprestasi. Tuntutan untuk lulus cepat atau publikasi cepat mendorong sebagian orang mengambil jalan pintas.
Kemudahan akses informasi. Internet menyediakan jutaan sumber yang dapat disalin dengan mudah.
Keterbatasan waktu dan kemampuan menulis. Lemahnya kemampuan parafrase dan penggunaan alat sitasi menyebabkan kelalaian etis.
Menurut UNESCO International Institute for Educational Planning (IIEP, 2021), pencegahan plagiarisme tidak cukup dengan hukuman. Diperlukan strategi pendidikan yang menumbuhkan pemahaman nilai kejujuran ilmiah sejak dini.
Dampak Plagiarisme dalam Dunia Akademik
Plagiarisme menimbulkan dampak yang luas:
Terhadap individu: reputasi akademik hancur, karier akademik terancam, dan hasil kerja bisa dibatalkan.
Terhadap institusi: kredibilitas universitas menurun, dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan berkurang.
Terhadap masyarakat ilmiah: integritas ilmu pengetahuan terganggu karena informasi yang dihasilkan menjadi tidak dapat dipercaya (UNESCO IIEP, 2021).
Selain itu, plagiarisme juga menurunkan semangat inovasi. Ketika karya orisinal tidak dihargai, motivasi untuk berkreasi dan meneliti menurun secara signifikan.
Kerangka Hukum dan Etika
Indonesia telah memiliki beberapa peraturan yang menjadi dasar hukum pencegahan plagiarisme. Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 mengamanatkan bahwa setiap institusi pendidikan wajib menjunjung tinggi etika dan integritas akademik (Kemendikbudristek, 2023). Sedangkan Peraturan BRIN No. 1 Tahun 2022 menegaskan pentingnya menjaga kejujuran ilmiah dalam setiap kegiatan penelitian (BRIN, 2022).
Di tingkat global, COPE (n.d.) menjadi rujukan utama bagi jurnal ilmiah dalam menangani pelanggaran etika publikasi. COPE menyediakan panduan langkah demi langkah dalam memverifikasi plagiarisme dan menangani pelanggaran secara adil.
Peran Teknologi dalam Deteksi Plagiarisme
Teknologi memainkan peran penting dalam menjaga integritas tulisan. Salah satu perangkat yang umum digunakan adalah Turnitin, yang mampu mendeteksi kemiripan teks antara naskah dan sumber yang ada di basis datanya.
Sejak 2024, Turnitin meluncurkan fitur baru yang dapat mengenali tulisan yang dibuat dengan bantuan AI dan parafrase otomatis (Turnitin, 2024). Namun, hasil deteksi tidak boleh dijadikan dasar tunggal untuk menjatuhkan sanksi karena beberapa kasus menunjukkan adanya kesalahan deteksi (The Guardian, 2024). Penggunaan teknologi harus disertai penilaian manusia agar keputusan tetap proporsional dan adil.
Membedakan Kelalaian dan Plagiarisme
Tidak semua kemiripan teks berarti plagiarisme. Kesalahan dalam format sitasi atau kelalaian menulis sumber dapat dikategorikan sebagai pelanggaran ringan. COPE (n.d.) menyarankan agar universitas membedakan antara kesalahan teknis dan kecurangan yang disengaja. Pendekatan edukatif, seperti memberikan pelatihan penulisan akademik, lebih efektif untuk mencegah pengulangan kesalahan.
Strategi Pencegahan Plagiarisme
1. Meningkatkan Literasi Akademik
Mahasiswa perlu mendapatkan pelatihan sistematis mengenai cara mengutip, menulis referensi, serta menggunakan perangkat reference manager seperti Zotero atau Mendeley.
2. Mendesain Tugas dan Penilaian yang Orisinal
Dosen sebaiknya menyusun tugas yang menuntut pemikiran kritis dan aplikasi konsep, bukan sekadar reproduksi teori. Penilaian yang berbasis proses (proposal–draf–revisi) juga membantu mendeteksi keaslian tulisan.
3. Menerapkan Kebijakan Penggunaan AI
Institusi pendidikan harus memiliki panduan yang jelas mengenai batas penggunaan AI. Misalnya, AI dapat digunakan untuk membantu penyuntingan bahasa, tetapi tidak untuk menghasilkan isi ilmiah tanpa pengungkapan (The Guardian, 2024).
4. Membangun Budaya Integritas
Pencegahan paling efektif lahir dari budaya akademik yang menekankan nilai kejujuran dan tanggung jawab. UNESCO IIEP (2021) menekankan pentingnya pendidikan karakter akademik dan lingkungan kampus yang mendukung perilaku etis.
5. Pengawasan dan Dukungan Institusi
Universitas perlu menyediakan pusat bantuan penulisan akademik (writing center), layanan pemeriksaan kemiripan yang bersifat edukatif, serta bimbingan etika penelitian.
Penanganan Dugaan Plagiarisme
Jika terdapat dugaan plagiarisme, langkah-langkah berikut disarankan (COPE, n.d.):
1. Verifikasi bukti dengan alat pendeteksi dan penilaian manual.
2. Hubungi penulis untuk memberikan klarifikasi.
3. Evaluasi niat dan tingkat pelanggaran.
4. Tentukan sanksi sesuai kebijakan—dari revisi ringan hingga pencabutan publikasi.
Prinsip utama dalam penanganan kasus adalah keadilan, transparansi, dan kesempatan pembelaan diri.
Tantangan Baru: AI dan Keaslian Akademik
Laporan dari The Guardian (2024) dan AdelaideNow (2025) menunjukkan meningkatnya kesalahpahaman dalam penggunaan AI. Beberapa mahasiswa dituduh menyontek karena alat deteksi AI memberikan hasil positif palsu. Peristiwa ini menunjukkan pentingnya kebijakan universitas yang proporsional dan berbasis bukti berlapis.
Peran Setiap Elemen Akademik
Mahasiswa: wajib memahami etika sitasi dan menulis dengan jujur.
Dosen: perlu memberi contoh, membimbing proses penulisan, dan memfasilitasi diskusi tentang etika akademik.
Institusi: bertanggung jawab membuat sistem kebijakan dan pelatihan yang berkelanjutan.
Langkah Praktis Menjaga Keaslian Tulisan
1. Buat catatan sumber sejak awal penelitian.
2. Gunakan quotation marks saat mengutip langsung.
3. Parafrase dengan pemahaman, bukan sekadar mengganti kata.
4. Gunakan sumber terkini (≤5 tahun) agar tulisan tetap relevan.
5. Deklarasikan penggunaan AI secara jujur.
6. Lakukan pemeriksaan mandiri sebelum menyerahkan karya.
Kesimpulan
Plagiarisme akademik tidak hanya merupakan pelanggaran etika, tetapi juga ancaman bagi integritas keilmuan. Dunia pendidikan harus melihat isu ini sebagai tanggung jawab bersama. Regulasi nasional seperti Permendikbudristek (2023) dan Kode Etik BRIN (2022) menjadi pijakan penting dalam membangun sistem akademik yang jujur.
Teknologi seperti Turnitin dan alat deteksi AI hanyalah sarana bantu; fondasi sebenarnya adalah kesadaran moral dan budaya integritas. Dengan penguatan literasi, desain tugas yang autentik, serta transparansi penggunaan teknologi, dunia akademik dapat menghasilkan pengetahuan yang benar-benar orisinal, kredibel, dan bermanfaat bagi masyarakat.
Daftar Pustaka (APA 7th Edition)
AdelaideNow. (2025, April 8). University revises AI detection policy after false plagiarism case. https://www.adelaidenow.com.au/education/ai-detection-policy
Badan Riset dan Inovasi Nasional. (2022). Peraturan Badan Riset dan Inovasi Nasional Nomor 1 Tahun 2022 tentang Kode Etik. Jakarta, Indonesia: BRIN.
Committee on Publication Ethics. (n.d.). Plagiarism and text recycling: Flowcharts and guidelines. https://publicationethics.org/guidance/Flowcharts
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia. (2023). Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Jakarta, Indonesia: Kemendikbudristek.
The Guardian. (2024, February 12). Universities warned against false AI plagiarism accusations. https://www.theguardian.com/education/ai-plagiarism
Turnitin. (2024). Turnitin launches AI writing and paraphrasing detection capabilities. https://www.turnitin.com/press/ai-writing-paraphrasing-detection
UNESCO International Institute for Educational Planning. (2021). Plagiarism: A global phenomenon. Paris, France: UNESCO-IIEP.
Komentar
Posting Komentar